Jumat, 19 September 2014

Hubungan Ilmu Hukum Tata Negara dengan Ilmu Lainnya

Hubungan Ilmu Hukum Tata Negara dengan Ilmu lainnya



A. Hubungan Antara Hukum Tata Negara dengan Ilmu Politik
Jimly Asshiddiqie dalam bukunya “Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid I” menguraikan tentang hubungan Hukum Tata Negara dan Ilmu Politik dengan mensitir pendapat Barents bahwa tubuh manusia, maka ilmu hukum tata negara diumpamakan oleh Barent sebagai kerangka tulang belulangnya, sedangkan ilmu politik ibarat daging-daging yang melekat disekitarnya (het vless er omheen beziet). Oleh sebab itu, untuk mempelajari hukum tata negara, terlebih dulu kita memerlukan ilmu politik, sebagai pengantar untuk mengetahui apa yang ada di balik daging-daging di sekitar kerangka tubuh manusia yang hendak diteliti. Dalam hal ini, negara sebagai objek studi hukum tata negara dan ilmu politik juga dapat diibaratkan sebagai tubuh manusia yang terdiri atas daging dan tulang.
Bagaimanapun juga, organisasi negara itu sendiri merupakan hasil konstruksi sosial tentang peri kehidupan bersama dalam suatu komunitas hidup bermasyarakat. Oleh karena itu, ilmu hukum yang mempelajari dan mengatur negara sebagai organisasi tidak mungkin memisahkan diri secara tegas dengan peri kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, menurut Wirjono Prodjodikoro: “… seorang sarjana hukum, untuk memperdalam pengetahuannya dalam bidang Hukum Tata Negara, ada baiknya mempelajari juga ilmu sosiologi sebagai ilmu penunjang (hulpwetenshap) bagi ilmu hukum tata negara”.
Bagi sarjana hukum tata negara, di samping sosiologi, ilmu sosial lainnya juga sangat penting sebagai penunjang seperti ilmu sejarah, ilmu politik, ilmu ekonomi, antropologi, dan sebagainya.
Dikarenakan eratnya hubungan antara hukum dan negara di satu pihak dengan masyarakat pada umumnya, maka studi tentang gejala kemasyarakatan itu tumbuh dan berkembang sesuai dengan kebutuhan, sehingga melahirkan ilmu sosial pada umumnya. Ilmu yang menyelidiki gejala-gejala kemasyarakatan pada umumnya disebut sosiologi, dan yang mengkhususkan kajiannya mengenai gejala kekuasaan disebut ilmu politik, dan demikian pula dengan cabang-cabang ilmu sosial lainnya.
B. Hukum Tata Negara dan Ilmu Negara
Ilmu Negara atau Staatsleer (bahasa Belanda) atau Staatslehre (bahasa Jerman) adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki asas-asas pokok dan pengertian-pengertian pokok mengenai negara dan hukum tata negara. Oleh karena itu, ilmu negara merupakan ilmu pengantar untuk mempelajari ilmu Hukum Tata Negara, ilmu Hukum Administrasi Negara, dan juga ilmu Hukum Internasional Publik. Kedudukannya dapat dibandingkan dengan mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum yang mengantarkan mahasiswa untuk mempelajjari ilmu hukum publik dan hukum privat. Sebab, posisinya bersifat prerequisite. Mahasiswa Fakultas Hukum diharuskan mengambil mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum dan Ilmu Negara lebih dulu sebelum mengikuti perkuliahan Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara. Sebab, dalam perkuliahan Hukum Tata Negara, tidak akan dibahas lagi mengenai teori asal mula terbentuknya negara, apa tujuan orang bernegara, dan lain sebagainya, yang sudah dibahas secara tuntas dalam Ilmu Negara.
Dalam ilmu negara yang diutamakan adalah nilai teoritis-ilmiahnya, sedangkan dalam ilmu Hukum Tata Negara dan ilmu hukum Administrasi Negara terkait pula dengan norma hukumnya dalam arti positif. Oleh karena itu, ilmu negara disebut sebagai seinwissenschaft, sedangkan Hukum Tata Negara dan juga Hukum Administrasi Negara merupakan normwissenschaft. Demikian pula ilmu hukum pidana, ilmu hukum perdata, ilmu hukum ekonomi, dan lain sebagainya, sudah dikaitkan dengan persoalan norma hukum yang berlaku di bidang masing-masing.
Dalam kedudukannya sebagai ilmu pengetahuan pengantar bagi Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara, Ilmu Negara tidak mempunyai nilai yang praktis seperti halnya dengan Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara. Orang yang mempelajari Ilmu Negara tidak memperoleh hasil yang dapat langsung dipergunakan dalam praktik. Sedangkan mempelajari Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara dapat langsung menghasilkan sesuatu pengetahuan yang bernilai praktis. Perbedaan ini dapat dilihat dari penggunaan istilah “ilmu” yang dikaitkan pada Ilmu Negara, sedangkan pada Hukum Tata Negara (verfassungsrecht) dan Hukum Administrasi Negara (verwaltungsrecht), meskipun dapat saja dilakukan, tidak lazim orang menggunakan istilah “ilmu” Hukum Tata Negara atau “ilmu” Hukum Administrasi Negara.
Dari segi kemanfaatannya, hubungan antara Ilmu Negara sebagai ilmu, jika dipelajari, dapat dikaitkan dengan pendapat Rengers Hora Siccama yang membedakan antara kebenaran hakikat dari kenyataan sejarah. Menurut Rengers Hora Siccama dalam buku Jimly Assiddiqie bahwa, tugas ahli hukum dapat digolongkan, di satu pihak sebagai penyidik yang hendak mendapatkan kebenaran obyektif, dan untuk itu ia tidak melaksanakan hukum itu sendiri. Sedangkan, di lain pihak ada pula tugas ahli hukum sebagai pelaksana yang akan mempergunakan hukum itu dalam keputusan-keputusan konkrit. Golongan pertama disebutoleh Rngers Hora Siccama yaitu seorang ahli hukum sebagai penonton (de jurist als toeschouwer), sedangkan yang kedua disebutnya ahli hukum sebagai pemain (de jurist als medespeler). Sebagai penonton, seorang ahli hukum lebih mengetahui kekurangan atau kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh para pemain dan mencoba mencari sebab musababnya dengan mengadakan analisa-analisa tentang sesuatu peristiwa hukum untuk menentukan cara yang lebih baik dan lebih sempurna mengenai bagaimana hukum dilaksanakan. Sedangkan dalam golongan kedua, seorang ahli hukum diandaikan sebagai pemain (de jurist als medespeler) yang harus memutuskan, baik yang bersifat pengaturan (regeling), penetapan administrasi (beschikking), ataupun putusan peradilan (vonnis).
Oleh karena keputusan-keputusan dimaksud tergantung kepada para pelaksana, maka tidak jarang terjadi bahwa keputusan yang dianggap baik oleh pelaksana, tetapi sebaliknya dianggap tidak baik atau kurang memuaskan bagi penerima keputusan itu, hal mana disebabkan karena danya sifat subyektifisme dalam setiap keputusan tersebut. Sehubungan dengan pendapat Rengers Hora Siccama itu, maka dapat diumpamakan yang pertama itu dengan tugas Ilmu Negara yang tidak mementingkan bagaimana caranya hukum dijalankan, karena Ilmu Negara meningkatkan nilai teoritisnya. Sedangkan sebaliknya, Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara lebih berkaitan dengan tugas ahli hukum sebagai pemain (the player). Hal yang lebih dipentingkan adalah nilai-nilai praktis dari kedua cabang ilmu ini, karena hasil penelitian ilmiah dalam bidang hukum tata negara dan hukum administrasi negara itu secara langsung dapat dipergunakan dalam praktik oleh para ahli hukum yang duduk sebagai pejabat-pejabat negara dan pejabat pemerintahan menurut bidang tugasnya masing-masing.
Di samping itu, perbedaan antara Ilmu Negara dengan Hukum Tata Negara juga dapat dilihat dari segi obyek penyelidikannya. Jika obyek penyelidikan Ilmu Negara adalah asas-asas pokok dan pengertian-pengertian pokok tentang negara dan hukum negara pada umumnya, maka obyek Hukum Tata Negara sebagai ilmu adalah hukum positif yang berlaku pada suatu waktu di suatu tempat. Oleh karena itu lazim disebut Hukum Tata Negara positif sebagai Hukum Tata Negara Indonesia atau Hukum Tata Negara Inggris, Amerika, Jepang, Belanda dan sebagainya. Sehingga, pada umumnya, di kalangan ahli hukum tata negara timbul kecenderungan sangat nasionalitas dan dogmatis karena sangat terpaku kepada norma hukum dasar positif yang berpuncak kepada konstitusi. Hukum Tata Negara cenderung hanya dilihat dalam konteks yang positivistik dengan agak mengabaikan pentingnya penyelidikan ilmiah yang bersifat universal yang biasa dibahas dalam konteks Hukum Tata Negara Umum.Dikarenakan Ilmu Negara sangat penting bagi ilmu Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara, maka dengan bantuan Ilmu Negara, Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara dapat memperoleh ciri ilmiahnya yang penting. Ilmu Negara sangat mementingkan nilai teoritisnya sehingga disebut sebagai suatu Seinswissenschaft, sedangkan Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara merupakan suatu Normativen Wissenschaft. Bagi mereka yang mempelajari Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara sudah tidak perlu diterangkan lagi secara mendalam mengenai arti dan asas dari negara dan hukum negara, karena semua hal itu sudah dianggap diketahui ketika mempelajari Ilmu Negara. Oleh karena itulah oleh para ahli dikatakan bahwa Ilmu Negara merupakan ilmu pengetahuan pengantar bagi mereka yang hendak mempelajari Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara.
Dalam bukunya yang lain, van Vollenhoven membagi Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara agak berbeda dari bukunya yang terdahuku. Menurut pendapatnya, semua peraturan yang sejak berabad-abad lamanya tidak termasuk ke dalam lingkup hukum tata negara materil, hukum perdata materil, ataupun hukum pidana materil seharusnya dimasukkan dalam cabang hukum administrasi negara. Dengan demikian, van Vollenhoven mengartikan Hukum Administrasi Negara meliputi seluruh kegiatan negara dalam arti luas, tidak hanya terbatas pada tugas pemerintahan dalam arti sempit saja. Hukum Administrasi Negara itu, menurutnya, juga meliputi tugas peradilan, polisi, dan tugas membuat peraturan. Menurutnya, Hukum Administrasi Negara dalam arti luas itu dapat dibagi dalam 4 (empat) bidang, yaitu:
1)    bestuursrecht (hukum pemerintahan);
2)    justitierecht (hukum peradilan);
3)    politierecht (hukum perundang-undangan).
Menurut para sarjana, pandangan van Vollenhoven mengenai Hukum Administrasi Negara tersebut sebenarnya dapat dibagi dalam 2 (dua) pengertian yaitu:
1)    Hukum Administrasi Negara dalam arti klasik; dan
2)    Hukum Administrasi Negara dalam arti modern.
Pada perumusan pertama, yaitu Hukum Administrasi Negara dalam arti klasik, van vollenhoven masih diliputi oleh suasana kehidupan kenegaraan yang menganut paham liberal (liberale rechtstaatsgedachte) yang dipengaruhi oleh Emmanuel Kant di mana negara tidak boleh mencampuri kepentingan-kepentingan individu, melainkan tugas negara hanyalah sebagai penjaga malam (nachtwachtersstaat atau l’etat Gendarm). Sementara itu, ketika van Vollenhoven mengembangkan pandangan kedua, praktik kenegaraan tengah diliputi oleh suasana baru dengan berkembangnya pemikiran mengenai negara kesejahteraan atau welfare state (welvaarrtsstaat-gedachter). Dalam bukunya yang kedua sebagaimana dalam bukum Jimly Assiddiqie dinyatakan: “Staatssorganen zonder staatsrecht is vleugellan, want hun bevoegheid antbreek of is onzeker Staatsorganen zonder Administratiefrecht is vluegelvrij, want zij kunnen hun bevoegdheid niet zo toepassen als zii self it lieftst wille”.
Badan atau organ-organ negara tanpa hukum tata negara akan lumpuh bagaikan tanpa sayap, sebab organ-organ itu tidak mempunyai wewenang sehingga keadaannya tidak menentu. Sebaliknya, badan-badan negara tanpa Hukum Administrasi Negara menjadi bebas tanpa batas, sehingga mereka dapat berbuat menurut apa yang mereka kehendaki.
Maksud van Vollenhoven pada karangannya yang pertama itu bahwa badan Hukum Administrasi Negara diadakan untuk mengekang pemerintah sesuai dengan prinsip liberal yang hidup pada waktu itu. Sedangkan pada bukunya yang kedua, Hukum Administrasi Negara tidak bermaksud hanya mengekang pemerintah agar jangan bertindak sewenang-wenang dengan kekuasaannya, melainkan memberi keleluasaan kepada pemerintah untuk menyelenggarakan kepentingan rakyat, bahkan juga menentukan kewajiban-kewajiban kepada rakyat sesuai dengan faham kesejahteraan yang dianut oleh negara (welvaartstaatsgedachte).
Dalam menyelenggarakan kepentingan umum, ada kalanya Negara harus melanggar hak rakyat, misalnya menyita untuk kepentingan umum (onteigening ten algemene nutte).
Dikarenakan negara memerlukan pembuatan jalan agar hubungan antara dua tempat itu lebih lancer, maka Negara terpaksa mengambil sebagian tanah rakyat untuk kepentingan tersebut. Lazimnya penyitaan ini dilakukan dengan ganti rugi kepada rakyat yang bersangkutan. Dapat pula misalnya Pemerintah memberi konsesi atas nama perusahaan-perusahaan (nuts-bedrijven) untuk kepentingan umum.
Sementara itu, Logemann dalam bukunya “Over de theorie van en stellig staatsrecht” mengadakan perbedaan yang tajam antara Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara. Untuk membedakannya, Logemann bertitik tolak dari sistematika hukum pada umumnya yang meliputi tiga hal, yaitu:
1)                    ajaran tentang status (persoonsleer);
2)                    ajaran tentang lingkungan (gebiedsleer);
3)                    ajaran tentang hubungan hukum (leer de rechtsbetrekking).
Berhubung Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara merupakan suatu jenis hukum yang tersendiri (als byzonder sort van recht) yang mempunyai obyek penyelidikan hukum, maka sistematika hukum pada umumnya dapat diterapkan pula terhadap Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara. Sistematika yang dibuat oleh Logemann dalam bukunya itu, dibagi sebagai berikut:
1)                    Hukum Tata Negara dalam arti sempit meliputi:
a.    persoonsleer yaitu mengenai persoon dalam arti hukum yang meliputi hak dan kewajiban manusia, personifikasi, pertanggungjawaban, lahir dan hilangnya hak dan kewajiban tersebut, hak organisasi, batasan-batasan dan wewenang;
b.    gebiedsleer, yang menyangkut wilayah atau lingkungan di mana hukum itu berlaku dan yang termasuk dalam lingkungan dimaksud adalah waktu, tempat, manusia atau kelompok, dan benda.
2)   Hukum Administrasi Negara meliputi ajaran mengenai hubungan-hubungan hukum (leer der rechtsbetrekkingen).
Dengan demikian menurut Logemann Ilmu Hukum Tata Negara itu mempelajari:
a.    jabatan apa yang terdapat di dalam susunan kenegaraan tertentu;
b.    siapa yang mengadakannya;
c.    bagaimana cara melengkapi mereka dengan pejabat-pejabat;
d.    apa yang menjadi tugasnya (lingkungan pekerjaannya);
e.    apa yang menjadi wewenangnya;
f.     perhubungan kekuasaannya satu sama lain;
g.    di dalam batas-batas apa organisasi negara (dan bagian-bagiannya) menjalankan tugasnya.
Hukum Administrasi Negara mempelajari jenis, bentuk, serta akibat hukum yang dilakukan oleh para pejabat dalam melakukan tugasnya.
Selain van Vollenhoven dan Logemann, sarjana ketiga yang biasa dijadikan rujukan dalam persoalan ini adalah Stellinga dalam bukum Jimly Assiddiqie, yang membedakan Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara secara tegas. Dalam pidatonya yang berjujdul “Systematische Staatsrecht-studie”, dikemukakan bahwa tidak hanya di dalam Hukum Tata Negara saja diadakan sistematika, tapi juga dalam Hukum Administrasi Negara.
Dalam bukunya yang lain yaitu yang berjudul “Grondtrekken van het Nederlandsch Administratierecht”, Stellinga berusaha untuk menemukan perbedaan prinsipil antara Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara, seperti yang sudah dilakukan oleh gurunya yaitu van Vollenhoven. Stellinga mengemukakan bahwa kebanyakan penyelidikan tentang tentang Hukum Administrasi Negara tidak meliputi keseluruhannya, melainkan hanya membicarakan beberapa bagian tertentu saja. Bagian-bagian ini dibicarakan secara terpisah yang hanya sebagai monographi. Ia baru menjadi sistematika, jika bagian-bagian di dalamnya diletakkan pada tempatnya yang tepat. Dengan demikian, Hukum Administrasi Negara tidak lagi merupakan suatu kumpulan monographi-monographi, melainkan merupakan sistematika yang menghubungkan bagian satu dengan bagian yang lainnya, yang masing-masing bagian itu diletakkan dalam tempatnya yang tepat. Arti sistematika di sini adalah waar de delen zijn juiste plaats vindt. Sebenarnya, Logemann juga mempunyai pendirian yang sama dengan Stellinga mengenai soal ini.
Di samping itu, juga terdapat Hukum Administrasi Negara yang berlaku bagi para individu dalam masyarakat yang diperintah oleh negara.
Kita harus menyadari bahwa masih banyak hal lain yang diatur oleh Hukum Tata Negara selain hanya soal tugas dan wewenang dari alat-alat atau organ-organ negara. Dalam Hukum Tata Negara, baik menurut Stellinga maupun menurut Hans Kelsen, seorang warga negara pun mempunyai hak dan kewajiban berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pendek kata, seperti dikemukakan oleh Hans Kelsen, bahwa kriteria terpenting adalah ada tidaknya (i) norm creating function, dan (ii) norm applying function yang terkait dengan hukum tertentu. Jika kedua fungsi itu ada, maka menurut Hans Kelsen, subjek hukum yang menyandangnya dapat disebut sebagai organ atau state organ.
Sarjana lain yang tidak membedakan antara Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara secara tajam di antaranya adalah kranenburg, van der Pot, dan Vegting dalam buku Jimly Assiddiqie. Kranenburg berpendapat bahwa pembedaan antara kedua cabang ilmu pengetahuan itu secara tajam, baik karena isinya ataupun karena wataknya yang berlainan, merupakan sesuatu yang tidak riil. Perbedaan itu menurutnya disebabkan oleh pengaruh ajaran organis mengenai negara (organischestaats theorie) yang timbul dalam ilmu pengetahuan medis yang membedakan antara anatomie dan psikologi. Sistematika yang diambil dengan analogi kedua ilmu pengetahuan medis itu sama sekali tidak tepat karena obyek keduanya memang tidak sama. Perbedaan antara Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara itu tidaklah bersifat fundamental dan hubungan antara keduanya dapat disamakan dengan hubungan antara Hukum Perdata dan Hukum Dagang. Jika keduanya dipisahkan, maka hal itu semata-mata karena kebutuhan akan pembagian kerja yang secara praktis diperlukan sebagai akibat pesatnya perkembangan hukum korporatif dari masyarakat hukum territorial. Di samping itu, materi yang diajarkan dalam pendidikan hukum memang perlu dibagi sehingga mudah untuk dipelajari. Hukum Tata Negara dibagi meliputi susunan, tugas, wewenang, dan cara badan-badan itu menjalankan tugasnya, sedangkan bagian lain yang lebih terperinci itu dimasukkan dalam bidang Hukum Administrasi Negara. Dengan demikian, pembedaan antara Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara itu dapat dikatakan bukanlah disebabkan oleh karena alas an yang prinsipil, akan tetapi sekedar untuk kepentingan pembagian kerja yang bersifat praktis belaka.
Van der Pot juga tidak membedakan secara tajam antara Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara karena perbedaan secara prinsipil tidak menimbulkan akibat hukum apa-apa. Oleh karena itu pembedaan dimaksud menurutnya tidaklah terlalu perlu. Jika pun hendak diadakan pembedaan yang tegas di antara keduanya, maka hal itu hanya penting untuk ilmu pengetahuan, bukan untuk kebutuhan praktik. Dengan pembedaan itu, para ahli hukum dapat memperoleh gambaran mengenai keseluruhan sistem hukum dan rincian pembedaan di antara unsur-unsurnya yang bermanfaat untuk diketahui.
Begitu pula Vegting ketika menyampaikan pidato jabatannya dengan judul “Plaats en aard van het Administratiefsrecht”, seperti halnya Kranenburg dalam “Het aglemene Nederlandsch Administratiefsrecht”, menjelaskan bahwa Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara mempunyai lapangan penyelidikan yang sama. Perbedaan keduanya hanya terletak pada cara pendekatan yang dipergunakan oleh masing-masing ilmu pengetahuan itu mengadakan penyelidikan ilmiah. Hukum Tata Negara berusaha mengetahui seluk beluk organisasi negara dan badan-badan lainnya. Sedangkan, Hukum Administrasi Negara menghendaki bagaimana caranya negara serta organ-organ negara itu menjalankan tugasnya. Vegting tidak membedakan Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara karena pembatasan wewenang (competentie afbakening) melainkan karena caranya negara bertindak itu saja pun sudah merupakan pembatasan wewenang juga. Artinya, bagi Vegting, Hukum Tata Negara mempunyai obyek penyelidikan yang berkenaan dengan hal-hal yang pokok mengenai organisasi Negara, sedangkan objek penyelidikan Hukum Administrasi Negara adalah peraturan-peraturan yang bersifat teknis.
 
C.  Hukum Tata Negara dan Hukum Internasional Publik
Baik hukum tata negara maupun internasional publik, sama-sama merupakan cabang hukum publik. Akan tetapi objek perhatian hukum internasional publik sangat sangat berbeda dari objek perhatian hukum tata negara. Hukum Tata Negara hanya mempelajari negara dari struktur internalnya, sedangkan Hukum Internasional Publik mempelajari hubungan-hubungan hukum antarnegara itu secara eksternal. Di samping itu, Hukum Internasional itu sendiri, ada pula yang bersifat privat (perdata) di samping ada yang bersifat publik. Tentunya yang mempunyai hubungan erat dengan ilmu Hukum Tata Negara adalah cabang Hukum Internasional Publik.
Keduanya sama-sama menelaah dan mengatur mengenai organisasi negara. Akan tetapi, Hukum Internasional mempelajari dan mengatur mengenai hubungan-hubungan eksternal dari negara, sedangkan Hukum Tata Negara berurusan dengan aspek-aspek hubungan yang bersifat internal dalam negara yang dikaji. Misalnya, konsep kedaulatan yang dikaji oleh Hukum Internasional adalah konsep kedaulatan yang bersifat eksternal dalam hubungan antarnegara, sedangkan dalam Hukum Tata Negara yang dibahas adalah perspektif yang bersifat internal, misalnya teori tentang kedaulatan rakyat, kedaulatan hukum, kedaulatan raja, ataupun teori kedaulatan Tuhan.
D.    Hukum Tata Negara Modern dan Hukum Tata Negara Underdeveloped.
Pembagian negara-negara ke dalam kategori modern (developed country) dan traditional (underdeveloped country) dewasa ini yang lazim digunakan ukuran ialah tingkat perkembangan ekonomi dan kemajuan teknologi dari negara-negara bersangkutan. Menurut hemat saya hukum pun dapat menjadi ukuran, kalau kita berpegang pada pendirian bahwa hukum merupakan kebudayaan (bagian/hasil budaya) bangsa dan hukum mempunyai kaitan erat dengan bidang-bidang kehidupan masyarakat sebagai suatu kebupatan sistem.
Di bagian ini saya mencoba memberanikan diri untuk melihat ciri-ciri hukum tata negara modern dan hukum tata negara underdeveloped.
Salah satu ciri hukum tata negara modern ialah adanya Dewan Perwakilan Rakyat (Legislatif, Parlemen) yang menentukan dan mengawasi peranan serta penggunaan kekuasaan negara, seperti ditulis oleh Logemann dalam bukunya “Het Staatsrecht van Indonesia”; mansyaratkan adanya perwakilan rakyat atau parlemen di dalam negara modern.
Richard Lowenthal dalam karyanya Government in the developing Countries menyatakan bahwa tanpa adanya partisipasi rakyat, rasa bahwa rakyat menjadi bagian dan mempunyai hubungan se-indentitas dengan negara, tidak mungkin tercipta suatu negara modern, apalagi suatu negara dengan tugas pembangunan …
Pemerintah tradisional atau pemerintah jajahan tidak pernah membiasakan penduduknya menganggap bahwa negara sebagian urusan mereka sendiri. Rakyat tidak dipandang sebagai warga negara tetapi sebagai kawula negara sebagaimana dalam tul;isan Miriam Boediardjo .
Untuk maksud tersebut di atas, oleh hukum tata negara diadakanlah lembaga perwakilan rakyat dengan pemilihan umum secara berkala, bebas dan rahasia, yang merupakan azas-azas pemilihan dengan syarat-syarat demokrasi. Dengan pemilihan umum itu dapatlah diawasi (dikontrol) penyelenggaraan kekuasaan negara.
Selanjutnya Jean Blondel dalam bukunya “An Introduction to Comparative Government” memberikan suatu ukuran bagi negara beradab sebagai berikut :
“The first is that of the creation and end of governments: these two prints can be considered jointly; they are so important that is has sometimes been suggested that ‘civilized’ government could be defined by the extent to which the problem of “orderly” succession had been solved”…
Berdasarkan pendapat Jean Blondel tersebut di atas, maka penggantian pemerintahan, apakah berlangsung sesuai dengan aturan-aturan hukum yang telah ditentukan dalam Hukum Tata Negara yang bersangkutan atau tidak, ataukah dengan melalui kekerasan. Malah kedua faktor tersebut dapat menentukan tipe suatu negara. Dengan demikian berakhirnya dan bermulanya jabatan tertinggi kenegaraan suatu negara  dapat diketahui azas-azas hukum yang menguasai norma perpindahan kekuasaan negara (pemerintah) dalam negara tersebut. Bahwa tentang kekerasan, paksaan dan ancaman suatu hal yang pasti ada dalam setiap masyarakat atau negara manapun; baik negara modern maupun tidak modern, namun demikian penggunaannya kekerasan, paksaan, harus terarah menurut saluran yang legal, yang berarti bahwa norma-norma hukum benar-benar ditaati baik perorangan/kelompok maupun negara.
Dalam hubungannya dengan paksaan dan kekerasan, menurut Logemann bahwa satu-satunya monopoli yang telah dikerjakan oleh negara modern ialah monopoli paksaan jasmani, dan jika negara modern itu berusaha mencaplok keseluruhan kehidupan sosial maka itulah disebut “totaliter”.
Dengan demikian, maka pemaksaan yang dilakukan secara teratur untuk menjamin pentaatan ketentuan-ketentuan hukum itu sendiri, baik mengenai bentuk, cara maupun alat pelaksanaannya.
Hal itu nampak dengan jelas dalam suatu negara yaitu bahwa paksaan  biasanya berada ditangan negara dengan alat-alat perlengkapannya.
Kekuasaan itu sendiri merupakan unsur mutlak bagi kehidupan masyarakat yang tertib, bahkan setiap bentuk organisasi yang teratur. Akan tetapi karena sifat dan hakekatnya, kekuasaan itu agar dapat bermanfaat harus ditetapkan ruang lingkup, arah dan batas-batasnya. Inilah salah satu fungsi hukum tata negara yaitu sebagai pengatur kehudipan manusia, terumana menciptakan dan memelihara serta mengembangkan tertib masyarakat; untuk mencapai cita-cita bangsa dan negara.

Rabu, 05 Juni 2013

Pembagian Materi Logika dan Unsur-unsur Penalaran Logika: Pengertian & Term



LOGIKA

PENGERTIAN
SECARA ETIMOLOGIS à BHS. LATIN à BHS YUNANI
LOGOS: PERKATAAN, AKAL
BEBERAPA DEFINISI:
  1. PENYELIDIKAN TENTANG DASAR2 DAN METODE BERPIKIR  YANG BENAR/LURUS
  2. CABANG DARI FILSAFAT YANG MEMBAHAS TENTANG BERPIKIR YANG SAHIH/VALID
               
                ARTI BERPIKIR
Berpikir ditunjukkan suatu bentuk kegiatan akal yang yang khas dan terarah.Se- mentara berpikir itu adalah”Berbicara dengan diri sendiri di dalam batin mempertimbangkan’  merenungkan’ menganalisa; membuktikan sesuatu;  menunjukkan alasan-alasan; dan menarik simpulan”
                ARTI BENAR
Benar pada dasarnya adalah persesuaian antara pikiran dan kenyataan. Juga suatu pernyataan  dikatakan benar manakala tidak mengandung pertentanngan dari awal sampai akhir.  Pernyataan salah “ Ia adalah seorang jujur yang suka nipu “.Juga salah “ Semua orang Kauman muslim’ Budi orang Kauman’ maka Budi adalah katolik.
                ASAS BERPIKIR
Ada tiga asas berpikir’ yakni :
  1. Asas Identitas: Asas ini menyatakan bahwa sesuatu itu dia sendiri bukan yang lain. Jika kita mengakui bahwa sesuatu itu “A” maka ia adalah “A” bukan “B” atau yang lain selain “A”. Ringkasnya jika suatu pernyataan itu benar’ maka benarlah dia.
  2. Asas Kontradiksi: Asas ini menyatakan bahwa pengingkaran atas sesuatu tidak mungkin sama dengan pengakuan atasnya. Maksudnya jika kita mengakui bahwa susuatu itu bukan “A” tidak mungkin pada waktu yang sama kita  mengakui bahwa sesuatu itu adalah “A”.Ringkasnya tidak ada sebuah pernyata-an yang sekaligus benar dan salah.
3.       Asas penolakan  : Asas ini menyatakan bahwa antara pengakuan dan pe-ngingkaran kebenarannya terletak pada salah satunya. Maksudnya pengakuan  dan pengingkaran tidak mungkin kedua-duanya benar dan tidak mungkin ke- dua-duanya salah. Contoh pengakuan “ Ahmad pandai”. Dan contoh penging- kiran “ Ahmad tidak pandai”. Ringkasnya suatu pernyataan selalu dalam keadaan benar atau salah. ( Pernyataan dalam logika disebut  proposisi )

                CARA MENDAPATKAN KEBENARAN
Ada dua cara untuk mendapatkan kebenaran yaitu metode induksi dan metode de-duksi.
Contoh induksi :
Besi jika dipanaskan memuai
Seng jika dipanaskan memuai
Emas jika dipanaskan memuai
Jadi: Semua (Setiap) logam jika dipanaskan memuai.
Contoh Deduksi :
Semua(Setiap) logam jika dipanaskan memuai
Besi adalah logam
Jadi: Besi jika dipanaskan memuai.


KOMPONEN/MATERI LOGIKA
 

PANGERTIAN
  Gambaran batin tentang sesuatu
  Sesuatu yang abstrak
  Lambangnya à kata
  Kata yang berfungsi sebagai pengertian disebut term.
 Dilihat dari hubungan kata dan pengertian, term dibagi menjadi dua macam:

1.         Term tunggal à hanya terdiri dari satu kata yang melambangkan satu pengertian, misalnya: gunung, manusia, keadilan, pensil.
2.          Term majemukà terdiri dari dua   kata atau lebih, tetapi hanya mengandung satu pengertian. Contoh:
  Kereta api, lapangan sepak bola, kacamata baca, dsb.

Macam-macam term:
  1. Univok à hanya mengandung satu pengertian, contoh: guru, sendok makan, meja, manusia, dsb.
  2. Ekuivok à dapat mengandung dua pengertian atau lebih, contoh: buku, bulan, bunga, bisa, tanggal, pasang.
  3. Analog à term yang mempunyai arti yang sekaligus sama tetapi juga mengandung perbedaan.
  4. Contoh: sehat à orang sehat, obat sehat, udara sehat, makanan sehat, jalan sehat, dsb.
  5. Hubungan isi dan luas pengertian:
  6. Hubungannya berbanding terbalik.
7.       Bila suatu pengertian mempunyai isi yang banyak, maka luasnya menjadi berkurang (menjadi sempit)

Bila luas pengertiannya banyak (terlalu luas), maka isi pengertian menjadi sedikit.
Semakin banyak isi pengertian à pengertian itu mengarah kepada hal yang kongkrit.
Semakin luas pengertian à pengertian itu mengarah kepada hal-hal yang abstrak.

Mahasiswa
Mahasiswa Indonesia
Mahasiswa DIY
Mahasiswa UNY
Mahasiswa FIS
Mahasiswa PKn
Mahasiswa PKn Angk. 2000
Mahasiswa PKn 2000 kls A
YAYAT S


DEFINISI
Bhs. Latin à definitio = pembatasan
Menentukan batas-batas pengertian ttt sehingga jelas apa yang dimaksudkan, tidak kabur dan tidak dicampurkan dgn pengertian2 lain
Susunan kata yang tepat untuk menentukan batas-batas suatu pengertian

Unsur Definisi:
Definiendum Ú sesuatu yang dibatasi, yaitu ” kata ” yang harus diberi penjelasan
Definiens Ú sst yang membatasi, yaitu pembatasan yang berisi uraian tentang arti dari bagian yang dibatasi
Ex: Manusia   adl.  hewan yang berpikir
           
    Definiendum            Definiens

JENIS-JENIS DEFINISI
Definisi Nominal â menerangkan arti istilah tertentu. Dapat dilakukan dengan jalan:
Sinonim: kata yang searti yang lebih umum dimenerti
     Konggres = musyawarah
     Motif = alasan, dorongan
Etimologi: asal usul kata tertentu
     Filsafat â dari kata Yunani
     ”philosophia” â philos â cinta
                          sophia âkebijaksanaan

”lokomotif” àdari kata locus = tempat
                      motif (movere)â yang dapat menggerakkan
 (benda yang dapat bergerak dari tempat yang satu ke tempat yang lain).
Berguna sebagai petunjuk ttg arti kata dan mencegah salah paham
Definisi nominal à bukan definisi dalam arti yang sebenarnya.

Definisi Real (hakiki):
     Menerangkan hal yang sebenarnya sst itu, dengan menunjukkan realitas (hakikatnya).
Caranya:
1. Dari sifat khas atau hakiki (definisi logis/esensial), terdiri dari dua bagian:
bagian I â menunjukkan golongan/jenis terdekat (genus, genera)
               â menyatakan kesamaan  dgn barang-barang lain

Bagian II â menunjukkan sifat khas/hakiki yang hanya terdapat pada benda/hal tsb. yg justru berbeda dgn benda lain
2. Dari kumpulan sifat-sifat (definisi deskripsi)
Semua sifat dari suatu benda dijelaskan sehingga tampak bedanya dgn benda lain. Banyak dipakai dlm ilmu alam, biologi, dsb.
3. Dari sebab2 dan atau tujuannya (definisi kausal atau final) â menerangkan dgn menunjukkan sebab-sebab dan maksud-maksudnya. Misalnya:
Hujan adalah uap air laut yang naik ke angkasa/langit menjadi awan dan ketika mencapai suhu tertentu turun dari langit berupa titik air.
Kompas adalah alat untuk menunjuk arah.

ATURAN-ATURAN DEFINISI
1.    Definisi harus dapat dibolak-balik dgn hal yang didefinisikan. Contoh:
Manusia adalah makhluk hidup yang berpikir
Makhluk hidup yg berpikir adalah manusia
2. Definisi tdk boleh negatif, kalau dapat  dirumuskan secara positif
     Contoh salah:
     Orang miskin adl. Orang yang tdk kaya
Contoh lain yang benar (boleh):
Sejajar ialah dua garis yang tidak akan bertemu.
3. Definisi harus sungguh2 menjelaskan, yaitu dengan  menyebut unsur2 pokok, menghindari kata-kata yang sukar dan tidak perlu.
4. Definisi harus tepat perumusannya, tidak boleh luas atau sempit dari yang harus didefinisikan
Contoh salah:
Keadilan ialah orang yang memenuhi hak dan kewajibannya
Seharusnya à Keadaan yang tercipta ketika orang berlaku seimbang antara hak dan kewajiban.
5. Definisi tidak boleh memuat metafora/kiasan
Contoh salah:
Bulan adalah bidadari malam

Klasifikasi:
1.    Pembagian à membagi suatu jenis ke dalam spesia yang dicakupnya
Harus:
   Berdasarkan satu dasar saja agar tidak tumpang tindih (overlap)
   Lengkap terbagi, tidak ada yg terlewati
2. Penggolongan à lawan dari pembagian, bergerak dari bawah ke atas, dari individu menuju spesianya.
Contoh:
Berdasarkan Rasnya, manusia dikelompokkan menjadi:
1. Ras  Kaukasik
2. Ras  Mongoloid
3. Ras Negric